KEBERFUNGSIAN SOSIAL
Pekerjaan
sosial merupakan suatu profesi pertolongan yang ditunjukan untuk membantu
meningkatkan kemampuan berfungsi sosial orang ( baik secara individu, keluarga,
maupun kolektif ). Jadi keberfungsian sosial merupakan fokus dari pekerjaan
sosial.
Keberfungsian
Sosial, Situasi Sosial, dan Sistem Sumber
A. Keberfungsian
Sosial sebagai Fokus Pekerjaan Sosial
B. Situasi
– situasi Sosial yang Mengganggu Keberfungsian Sosial
C. Sistem
Sumber untuk Meningkatkan/Memperbaiki Fungsi Sosial
Keberfungsian Sosial,
Situasi Sosial, dan Sistem Sumber
A.
Keberfungsian
Sosial sebagai Fokus Pekerjaan Sosial
Pengertian
keberfungsian sosial mengarah pada cara yang dipergunakan orang sebagai
individu maupun kolektivitas dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, memecahkan
permasalahan, maupun memenuhi kebutuhan. Pembahasan mengenai keberfungsian
sosial tidak akan lepas dari konsep peranan
sosial dan status sosial orang
tersebut di lingkungan atau masyarakatnya. Status sosial orang mencerminkan
adanya hak dan kewajiban yang harus ditampilkan oleh orang tersebut. Hak dan
kewajiban merupakan cerminan dari norma dan nilai lingkungan atau masyarakat
yang diberikan kepada orang sesuai dengan status sosialnya. Orang dituntut oleh
lingkungannya untuk melaksanakan hak dan kewajibannya, pelaksanaan hak dan kewajiban dijadikan ukuran untuk menentukan apakah seseorang dapat berfungsi sosial atau tidak.
Keberfungsian sosial
dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu antara lain:
a. Keberfungsian
sosial dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peran sosial (social role).
b. Keberfungsian
sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan.
c. Keberfungsian
sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang dialami.
1. Keberfungsian Sosial
dipandang sebagai Kemampuan Melaksanakan Peranan Sosial (Social Role)
Keberfungsian
sosial dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peranan sosial atau penampilan
peranan yang diharapkan sebagai anggota dari suatu kolektivitas seperti:
keluarga, kelompok, komunitas atau masyarakat. Dalam keberfungsian sosial
tersebut terkait beberapa aspek:
a.
Status
Sosial
Seseorang
hidup di tengah-tengah kolektivitas (keluarga, kelompok, komunitas maupun
masyarakat) akan memiliki status sosial. Status sosial seseorang selalu
bersifat jamak, artinya seorang individu biasanya menyandang beberapa status
sosial, seperti: ayah, suami, menantu, mertua, pencari nafkah, ketua RT, dan
sebagainya.
b.
Interaksional
Setiap
status sosial yang dimiliki selalu mempunyai pasangan, seperti: orangtua-anak,
suami-isteri, atasan-bawahan, guru-murid, majikan-buruh, dan sebagainya.
c.
Tuntutan
dan Harapan
Setiap
status sosial yang dimiliki seseorang pada dasarnya menuntut tingkah laku yang
harus dilaksanakan. Tuntutan tingkah laku sesuai dengan norma atau nilai dimana
orang itu berada.
Contoh: Tuntutan
terhadap seseorang yang menyandang status sosial sebagai orang tua; dapat
mendidik anaknya, dapat memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik,
melakukan sosialisasi, dan sebagainya.
d.
Tingkah
Laku
Walaupun
setiap orang dituntut untuk melaksanakan peran/tingkat laku sesuai dengan
statusnya, namun dalam kenyataannya ada orang-orang yang tidak mampu
melaksanakan harapan tersebut, tingkah laku yang ditampilkan tidak memenuhi
seperti apa yang diharapkan. Ketidaksesuaian antara peranan yang ditampilkan
dengan yang diharapkan dapat bersifat positif dan negatif.
Ketidaksesuaian dalam
arti positif, yaitu menunjukkan bahwa peranan yang
ditampilkan seseorang ternyata lebih besar dan lebih tinggi, jika dibandingkan
dengan tuntutan peranan yang diharapkan oleh lingkungannya. Oleh sebab itu
orang yang menampilkan peranan seperti ini akan menjadi terkenal, menjadi
panutan dan pusat perhatian masyarakatnya, sedangkan, ketidaksesuaian dalam arti negatif, akan sebaliknya, yaitu akan
mendapatkan kritikan, cemoohan, dan penolakan dari masyarakatnya. Namun jika
relatif sama antara peranan yang ditampilkan dengan yang diharapkan masyarakat,
maka orang itu dianggap wajar/biasa, artinya orang itu tidak ditolak, tidak
dicemooh tetapi juga tidak terkenal, dan tidak menjadi panutan di
lingkungannya.
Tingkah laku manusia
dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor :
1) Faktor yang berasal
dari dalam diri individu sendiri (internal),
2) Faktor yang berasal
dari luar individu (eksternal) atau lingkungan sosialnya.
Kedua faktor tersebut saling berelasi, berinteraksi, dan berinterdependensi atau saling mempengaruhi, sehingga membentuk tingkah laku manusia yang kompleks. Tingkah laku manusia, paling sedikit dipengaruhi oleh tiga faktor utama :
Kedua faktor tersebut saling berelasi, berinteraksi, dan berinterdependensi atau saling mempengaruhi, sehingga membentuk tingkah laku manusia yang kompleks. Tingkah laku manusia, paling sedikit dipengaruhi oleh tiga faktor utama :
1) Faktor genetik,
2) Faktor budaya, dan
3) Faktor sosial
kemasyarakatan. Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam
situasi yang kompleks.
e. Situasional
Pelaksanaan
peranan/tingkah laku seseorang sesuai dengan statusnya, selalu berada dalam
konteks situasi, artinya orang bertingkahlaku selalu dalam konteks situasi
sosial.
2.
Keberfungsian
sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
Orang selalu dihadapkan kepada usaha
untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu, keberfungsian sosial juga mengacu
kepada cara-cara yang digunakan oleh individu maupun kolektivitas dalam
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam menentukan kebutuhan manusia dapat dikelompokkan
kedalam dua golongan besar, yaitu:
a. Penentuan
kebutuhan berdasarkan karakteristik umum (general).
b. Penentuan
kebutuhan berdasarkan pada tahap perkembangan manusia (spesifik).
Ahli pekerjaan sosial Charlotte Towle, membahas kebutuhan ini
dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia.
Dia berpendapat bahwa unsur-unsur berikut ini merupakan faktor penting yang
memotivasi orang pada suatu tujuan tertentu:
a. Kesejahteraan
fisik; makanan, perumahan, dan perawatan kesehatan
b. Kesempatan
bagi perkembangan emosional dan intelektual
c. Relasi
dengan orang lain
d. Pemuasan
kebutuhan spiritual
Maslow (1993) mengembangkan suatu
hierarki kebutuhan yang pada dasarnya juga mendukung pendapat Towle dan pemikirannya
ini sangat mengembangkan pemahaman kita tentang kebutuhan. Pendapat Maslow
tentang kebutuhan ini disusun berdasarkan suatu
urutan tertentu. Untuk sampai pada suatu tahap kebutuhan tertentu,
seseorang terlebih dahulu harus memenuhi tahap kebutuhan yang terdahulu atau
lebih rendah. Dengan menempatkan kebutuhan yang paling penting pada urutan
pertama.
Maslow
(1993) mengemukakan kebutuhan tersebut sebagai berikut:
a. Kebutuhan
fisiologis
b. Kebutuhan
akan rasa aman
c. Kebutuhan
memiliki dan dicintai
d. Kebutuhan
akan penghargaan
e. Kebutuhan
untuk mcngaktualisasikan diri.
Neil Giibert
dan Harry Specht (1986) mengemukakan
bahwa kebutuhan manusi terdiri dari:
a.
Physical
Needs
b.
Emotional
Need
c.
Intelectual
Needs
d.
Spiritual
Needs
e.
Social
Needs
Kebutuhan
berdasarkan tahap perkembangan manusia (spesifik)
Towle
menegaskan bahwa kebutuhan bersifat relatif dan berkaitan erat dengan usia dan
situasi kehidupan. Misalnya seorang bayi yang harus mendapatkan perawatan
fisik, kesempatan untuk belajar, serta berhubungan dengan orang dewasa yang
mencintainya. Seorang dewasa harus mendapatkan kesempatan untuk hidup yang
berupa makanan, perumahan, dan pakaian, akan tetapi mereka ini kurang
membutuhkan perawatan fisik. Mereka membutuhkan hubungan dengan orang lain,
akan tetapi dalam wujud yang sangat bervariasi.
Menurut
Max Siporin (1973) kebutuhan manusia
secara spesifik dapat digolongkan kedalam 7 (tujuh) tahapan, yaitu masa:
a. Infacy
(0-3 tahun) : kasih sayang, perawatan, belajar keterampilan dasar
b. Pre school
(3-6 tahun) : belajar sosialisasi, bermain
c. Grade school
(6-13 tahun) : stimulasi sosial dan intelektual
d. High school
(13-18 tahun) : berpisah sementara dari orangtua
e. Young adult (18-21
tahun) : belajar berperan sebagai orangtua
f. Mature adult
(21-65 tahun) : memperluas kesempatan untuk mengembangkan diri dalam kehidupan
sosial
g. Aged adult
(65 tahun keatas) : mengembangkan diri dalam peranan orang lanjut usia
3.
Keberfungsian
sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan yang dialami
Orang dalam usahanya memenuhi
kebutuhan, melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan mewujudkan aspirasinya
tidaklah mudah. la dihadapkan pada beberapa keterbatasan, hambatan, dan
kesulitan. Oleh sebab itu, orang dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada
pemasalahan yang harus ditangani dan dipecahkan.
Max
Siporin (1975) mengatakan bahwa msalah sosial
adalah: “a difficult in social
functioning on the part of an Individual collectivity or both” Kesulitan individu atau kolektivitas dalam
melaksanakan keberfungsian sosialnya tersebut, karena adanya rintangan dan
hambatan tertentu.
Robert K. Merton
(1974) mengemukakan bahwa kategori masalah
sosial ada 2 (dua), yaitu :
1. Disorganisasi
Sosial (Public Issues)
Mengacu
pada “Multiple Social Disfunction”.
Disorganisasi Sosial mengekspresikan suatu permasalahan sosial dalam pengertian
secara kolektif - kemasyarakatan. Contoh: reaksi-reaksi masyarakat terhadap
bencana alam, masalah pengangguran, penyebaran narkotika, korban kerusuhan,
pengungsian, angka kriminilitas yang tinggi, dan sebagainya.
2. Tingkah
Laku Menyimpang (Deviant Behavior)
Menyatakan diri sebagai suatu
masalah dalam bentuk keresahan-keresahan individu, tingkah laku abnormal, atau
menyimpang, penampilan-penampilan peranan yang kurang wajar atau kurang
memadai, contoh : penyakit mental, salah asuh, dan sebagainya.
Jika seseorang dapat menampilkan
peranan (hak dan kewajibannya) sesuai dengan status sosialnya, maka orang
tersebut dikatakan “berfungsi sosial”.
Sebaliknya, jika tidak mampu melaksanakan, maka orang tersebut dinyatakan “tidak berfungsi sosial". Jadi
keberfungsian sosial merupakan perbandingan antara peranan sosial yang
diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan status sosialnya (expectation role) dengan peranan sosial yang nyata dilaksanakan
oleh orang tersebut.
Jika orang tersebut dapat memenuhi
harapan lingkungan/masyarakat, maka dikatakan dapat berfungsi sosial.
Sebaliknya, jika tidak mampu memenuhi harapan lingkungan/masyarakat, maka orang
tersebut dikatakan tidak dapat atau kurang berfungsi sosial.
Keberfungsian
sosial yang menjadi fokus dari pekerjaan sosial, meliputi tiga dimensi yang
terdiri dari:
1. Interaksi
orang dengan orang
2. Interaksi
orang idengan sistem sumber
3. Interaksi
orang dengan lingkungan sosial maupun fisik
B. Situasi – Situasi Sosial yang
Mengganggu Keberfungsian Sosial
Situasi sosial merupakan kesatuan dasar yang
memungkinkan terjadinya interaksi sosial dan terdiri dari kombinasi antara
orang dengan setting. Situasi sosial memeberikan konteks bagi
taransaksi-transaksi peranan yang terfokus serta keberfungsian
individu-individu maupun sistem sosialnya. Orang akan merasakan dan memandang
suatu situasi sosial dengan cara yang berbeda-beda;
1.
Suatu situasi
sosial yang dapat dipercaya dan sebaliknya
2.
Suatu situasi
sosial yang memberikan dukungan, dan sebaliknya situasi sosial sebagai keadaan
yang menekan atau menuntut
3.
Suatu situasi
sosial yang menumbuhkan dan mengembangkani identitas pribadi, dan sebaliknya
situasi yang membahayakan.
Tingkah laku orang dalam konteks situasi sosialnya,
jelas berkaitan dengan perasaan dan cara orang tersebut memandang situasi
sosial tersebut. Jika positif, maka orang dapat melaksanakan peranan yang
diharapkan lingkunganya. Sedangkan jika negatif, maka cenderung tidak dapat melaksanakan
peranan yang diharapkan oleh lingkungannya.
C.
Sistem
Sumber untuk Meningkatkan/Memperbaiki Fungsi Sosial
Sumber adalah sesuatu yang berharga, baik yang sudah
tersedia meupun yang harus ditemukan dan dimobilisasi, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah.
Untuk melaksanakan praktik pertolongan dalam
meningkatkan/memperbaiki fungsi sosial, pekerja sosial selalu memanfaatkan
sistem-sistem sumber yang ada, artinya sumber memiliki posisi yang sangat vital
dalam keseluruhan praktik pekerjaan sosial.
Sistem
sumber dalam pekerjaan sosial, diantaranya dikemukakan oleh Pincus dan Minahan
(1973) dikategorikan sebagai berikut:
1. Sistem sumber
alamiah/informal
Sumber
bantuan yang dapat diperoleh atau dipergunakan sehubungan dengan adanya ikatan
emosional, misalna: nasihat, kasih saying, dukungan emosional ataupun dukungan
material dari keluarga, kerabat, teman, lingkungan tetangga.
2. Sistem sumber
formal
Sumber
bantuan yang dapat diperoleh atau dimanfaatkan dengan memenuhi persyaratan
yaitu dengan keanggotaan seseorang dalam organisasi tertentu yang bersifat
formal, misalnya: keanggotaan dalam serikat buruh, perhimpunan orangtua murid,
perkumpulan orangtua yang memiliki anak cacat, organisasi profesi, koperasi,
dan sebagainya.
3. Sistem sumber
kemasyarakatan
Lembaga-lembaga
yang didirikan oleh pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan kepada semau orang,
misalnya: rumah sakit, lembaga bantuan hukum, badan-badan sosial, dan
sebagainya.
Selain itu Max Siporin D.S.W
mengatakan bahwa “A resource is any
valuable thing, on reserve or at hand, that one can mobilize and put to
instrumental use in order to function, meet a need or resolve a problem.” (Dwi
Heru Sukoco, 2011:37). Ia mengatakan bahwa jenis sumber dapat dipandang dari
beberapa hal, yaitu:
a.
Sumber
Internal dan eksternal
Sumber
internal dapat berupa kemampuan intelektual,
imaginasi, kreativitas, motivasi, kegairahan, karakter moral, kekuatan dan
ketahanan fisik/jasmani, stamina, ketampanan/kecantikan serta pengetahuan. Sedangkan
sumber eksternal dapat berupa harta
kekayaan, prestise, mata pencaharian, sanak saudara yang kaya, teman yang
berpengaruh dan hak-hak jaminan.
b.
Sumber
official/formal dan sumber non-offisial/non-fomal
Sumber
official dapat berupa tokoh-tokoh formal,
organisasi-organisasi yang secara formal mewakili masyarakat, seperti guru, pekerja
sosial, badan konseling, badan-badan sosial pemberi pelayanan. Sedang sumber non-offisial data berupa
dukungan emosional maupun sosial dari kerabat, teman, sert atetangga. Sumber non-offisial
tersebut bagian dari sistem sumber perolongan alamiah.
c.
Sumber
manusia dan non-manusia
Sumber
manusia adalah orang-orang yang mempunyai
kemempuan dan kekuatan untuk digali dan dimanfaatkan untuk membantu memecahkan
permasalahan klien. Sedangaln sumber
non-manusia adalah sumber-su,ber material atau benda.
d.
Sumber
simbolik-partikularistik, kongkrit-universal, dan pertukaran nilai
Sumber simbolik-partikularistik
dapat berupa informasi dan status sosial seseorang. Informasi dan status sosial
seseorang di dalam masyarakat mempunyai arti simbolik yang khusus dan dapat
dipergunakan dsebagai sumber yang dapat digalii dan dimanfaatkan. Sumber kongkrit-universalistik dapat
berupa pelayanan-pelayanan mapun benda-benda kongkrit. Sedang sumber pertukaran nilai dapat berupa
kasih sayang maupun uang.
Daftar Pustaka:
Favourita, Lina.
2016. Metode Praktik Pekerjaan Sosial.
Bandung: STKSpress Bandung.
Sukoco, Dwi
Heru. 2011. Profesi Pekerjaan Sosial dan
Proses Pertolongannya. Bandung: STKSpress
Bandung.
Power Point:
https://drive.google.com/file/d/1zBg-T92NvpP1SMoD7W7HLPWQnZIxuTL5/view?usp=sharing
Power Point:
https://drive.google.com/file/d/1zBg-T92NvpP1SMoD7W7HLPWQnZIxuTL5/view?usp=sharing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar