Minggu, 09 September 2018

Keberfungsian Sosial


KEBERFUNGSIAN SOSIAL
Pekerjaan sosial merupakan suatu profesi pertolongan yang ditunjukan untuk membantu meningkatkan kemampuan berfungsi sosial orang ( baik secara individu, keluarga, maupun kolektif ). Jadi keberfungsian sosial merupakan fokus dari pekerjaan sosial.
Keberfungsian Sosial, Situasi Sosial, dan Sistem Sumber
A.    Keberfungsian Sosial sebagai Fokus Pekerjaan Sosial
B.     Situasi – situasi Sosial yang Mengganggu Keberfungsian Sosial
C.     Sistem Sumber untuk Meningkatkan/Memperbaiki Fungsi Sosial
Keberfungsian Sosial, Situasi Sosial, dan Sistem Sumber
A.    Keberfungsian Sosial sebagai Fokus Pekerjaan Sosial
Pengertian keberfungsian sosial mengarah pada cara yang dipergunakan orang sebagai individu maupun kolektivitas dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, memecahkan permasalahan, maupun memenuhi kebutuhan. Pembahasan mengenai keberfungsian sosial tidak akan lepas dari konsep peranan sosial dan status sosial orang tersebut di lingkungan atau masyarakatnya. Status sosial orang mencerminkan adanya hak dan kewajiban yang harus ditampilkan oleh orang tersebut. Hak dan kewajiban merupakan cerminan dari norma dan nilai lingkungan atau masyarakat yang diberikan kepada orang sesuai dengan status sosialnya. Orang dituntut oleh lingkungannya untuk melaksanakan hak dan kewajibannya, pelaksanaan hak dan kewajiban dijadikan ukuran untuk menentukan apakah seseorang dapat berfungsi sosial atau tidak.

Keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu antara lain:
a.       Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peran sosial (social role).
b.      Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan.
c.       Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang dialami.
1.      Keberfungsian Sosial dipandang sebagai Kemampuan Melaksanakan Peranan Sosial (Social Role)
Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peranan sosial atau penampilan peranan yang diharapkan sebagai anggota dari suatu kolektivitas seperti: keluarga, kelompok, komunitas atau masyarakat. Dalam keberfungsian sosial tersebut terkait beberapa aspek:
a.      Status Sosial
Seseorang hidup di tengah-tengah kolektivitas (keluarga, kelompok, komunitas maupun masyarakat) akan memiliki status sosial. Status sosial seseorang selalu bersifat jamak, artinya seorang individu biasanya menyandang beberapa status sosial, seperti: ayah, suami, menantu, mertua, pencari nafkah, ketua RT, dan sebagainya.
b.      Interaksional
Setiap status sosial yang dimiliki selalu mempunyai pasangan, seperti: orangtua-anak, suami-isteri, atasan-bawahan, guru-murid, majikan-buruh, dan sebagainya.
c.       Tuntutan dan Harapan
Setiap status sosial yang dimiliki seseorang pada dasarnya menuntut tingkah laku yang harus dilaksanakan. Tuntutan tingkah laku sesuai dengan norma atau nilai dimana orang itu berada.
Contoh: Tuntutan terhadap seseorang yang menyandang status sosial sebagai orang tua; dapat mendidik anaknya, dapat memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik, melakukan sosialisasi, dan sebagainya.
d.      Tingkah Laku
Walaupun setiap orang dituntut untuk melaksanakan peran/tingkat laku sesuai dengan statusnya, namun dalam kenyataannya ada orang-orang yang tidak mampu melaksanakan harapan tersebut, tingkah laku yang ditampilkan tidak memenuhi seperti apa yang diharapkan. Ketidaksesuaian antara peranan yang ditampilkan dengan yang diharapkan dapat bersifat positif dan negatif.
Ketidaksesuaian dalam arti positif, yaitu menunjukkan bahwa peranan yang ditampilkan seseorang ternyata lebih besar dan lebih tinggi, jika dibandingkan dengan tuntutan peranan yang diharapkan oleh lingkungannya. Oleh sebab itu orang yang menampilkan peranan seperti ini akan menjadi terkenal, menjadi panutan dan pusat perhatian masyarakatnya, sedangkan, ketidaksesuaian dalam arti negatif, akan sebaliknya, yaitu akan mendapatkan kritikan, cemoohan, dan penolakan dari masyarakatnya. Namun jika relatif sama antara peranan yang ditampilkan dengan yang diharapkan masyarakat, maka orang itu dianggap wajar/biasa, artinya orang itu tidak ditolak, tidak dicemooh tetapi juga tidak terkenal, dan tidak menjadi panutan di lingkungannya.
Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor :
1) Faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri (internal),
2) Faktor yang berasal dari luar individu (eksternal) atau lingkungan sosialnya.
Kedua faktor tersebut saling berelasi, berinteraksi, dan berinterdependensi atau saling mempengaruhi, sehingga membentuk tingkah laku manusia yang kompleks. Tingkah laku manusia, paling sedikit dipengaruhi oleh tiga faktor utama :
1) Faktor genetik,
2) Faktor budaya, dan
3) Faktor sosial kemasyarakatan. Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang kompleks.
e. Situasional
Pelaksanaan peranan/tingkah laku seseorang sesuai dengan statusnya, selalu berada dalam konteks situasi, artinya orang bertingkahlaku selalu dalam konteks situasi sosial.
2.      Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
Orang selalu dihadapkan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu, keberfungsian sosial juga mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh individu maupun kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam menentukan kebutuhan manusia dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar, yaitu:
a.       Penentuan kebutuhan berdasarkan karakteristik umum (general).
b.      Penentuan kebutuhan berdasarkan pada tahap perkembangan manusia (spesifik).
Ahli pekerjaan sosial Charlotte Towle, membahas kebutuhan ini dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Dia berpendapat bahwa unsur-unsur berikut ini merupakan faktor penting yang memotivasi orang pada suatu tujuan tertentu:
a.       Kesejahteraan fisik; makanan, perumahan, dan perawatan kesehatan
b.      Kesempatan bagi perkembangan emosional dan intelektual
c.       Relasi dengan orang lain
d.      Pemuasan kebutuhan spiritual
Maslow (1993) mengembangkan suatu hierarki kebutuhan yang pada dasarnya juga mendukung pendapat Towle dan pemikirannya ini sangat mengembangkan pemahaman kita tentang kebutuhan. Pendapat Maslow tentang kebutuhan ini disusun berdasarkan suatu  urutan tertentu. Untuk sampai pada suatu tahap kebutuhan tertentu, seseorang terlebih dahulu harus memenuhi tahap kebutuhan yang terdahulu atau lebih rendah. Dengan menempatkan kebutuhan yang paling penting pada urutan pertama.
Maslow (1993) mengemukakan kebutuhan tersebut sebagai berikut:
a.       Kebutuhan fisiologis
b.      Kebutuhan akan rasa aman
c.       Kebutuhan memiliki dan dicintai
d.      Kebutuhan akan penghargaan
e.       Kebutuhan untuk mcngaktualisasikan diri.
Neil Giibert dan Harry Specht (1986) mengemukakan bahwa kebutuhan manusi terdiri dari:
a.      Physical Needs
b.      Emotional Need
c.       Intelectual Needs
d.      Spiritual Needs
e.       Social Needs
Kebutuhan berdasarkan tahap perkembangan manusia (spesifik)
Towle menegaskan bahwa kebutuhan bersifat relatif dan berkaitan erat dengan usia dan situasi kehidupan. Misalnya seorang bayi yang harus mendapatkan perawatan fisik, kesempatan untuk belajar, serta berhubungan dengan orang dewasa yang mencintainya. Seorang dewasa harus mendapatkan kesempatan untuk hidup yang berupa makanan, perumahan, dan pakaian, akan tetapi mereka ini kurang membutuhkan perawatan fisik. Mereka membutuhkan hubungan dengan orang lain, akan tetapi dalam wujud yang sangat bervariasi.
Menurut Max Siporin (1973) kebutuhan manusia secara spesifik dapat digolongkan kedalam 7 (tujuh) tahapan, yaitu masa:
a.       Infacy (0-3 tahun) : kasih sayang, perawatan, belajar keterampilan dasar
b.      Pre school (3-6 tahun) : belajar sosialisasi, bermain
c.       Grade school (6-13 tahun) : stimulasi sosial dan intelektual
d.      High school (13-18 tahun) : berpisah sementara dari orangtua
e.       Young adult (18-21 tahun) : belajar berperan sebagai orangtua
f.       Mature adult (21-65 tahun) : memperluas kesempatan untuk mengembangkan diri dalam kehidupan sosial
g.      Aged adult (65 tahun keatas) : mengembangkan diri dalam peranan orang lanjut usia
3.      Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan yang dialami
Orang dalam usahanya memenuhi kebutuhan, melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan mewujudkan aspirasinya tidaklah mudah. la dihadapkan pada beberapa keterbatasan, hambatan, dan kesulitan. Oleh sebab itu, orang dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada pemasalahan yang harus ditangani dan dipecahkan.
Max Siporin (1975) mengatakan bahwa msalah sosial adalah: “a difficult in social functioning on the part of an Individual collectivity or bothKesulitan individu atau kolektivitas dalam melaksanakan keberfungsian sosialnya tersebut, karena adanya rintangan dan hambatan tertentu.
Robert K. Merton (1974) mengemukakan bahwa kategori masalah sosial ada 2 (dua), yaitu :
1.      Disorganisasi Sosial (Public Issues)
Mengacu pada “Multiple Social Disfunction”. Disorganisasi Sosial mengekspresikan suatu permasalahan sosial dalam pengertian secara kolektif - kemasyarakatan. Contoh: reaksi-reaksi masyarakat terhadap bencana alam, masalah pengangguran, penyebaran narkotika, korban kerusuhan, pengungsian, angka kriminilitas yang tinggi, dan sebagainya.
2.      Tingkah Laku Menyimpang (Deviant Behavior)
Menyatakan diri sebagai suatu masalah dalam bentuk keresahan-keresahan individu, tingkah laku abnormal, atau menyimpang, penampilan-penampilan peranan yang kurang wajar atau kurang memadai, contoh : penyakit mental, salah asuh, dan sebagainya.
Jika seseorang dapat menampilkan peranan (hak dan kewajibannya) sesuai dengan status sosialnya, maka orang tersebut dikatakan “berfungsi sosial”. Sebaliknya, jika tidak mampu melaksanakan, maka orang tersebut dinyatakan “tidak berfungsi sosial". Jadi keberfungsian sosial merupakan perbandingan antara peranan sosial yang diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan status sosialnya (expectation role) dengan peranan sosial yang nyata dilaksanakan oleh orang tersebut.                   
Jika orang tersebut dapat memenuhi harapan lingkungan/masyarakat, maka dikatakan dapat berfungsi sosial. Sebaliknya, jika tidak mampu memenuhi harapan lingkungan/masyarakat, maka orang tersebut dikatakan tidak dapat atau kurang berfungsi sosial.
Keberfungsian sosial yang menjadi fokus dari pekerjaan sosial, meliputi tiga dimensi yang terdiri dari:
1.      Interaksi orang dengan orang
2.      Interaksi orang idengan sistem sumber
3.      Interaksi orang dengan lingkungan sosial maupun fisik
B.     Situasi – Situasi Sosial yang Mengganggu Keberfungsian Sosial
Situasi sosial merupakan kesatuan dasar yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial dan terdiri dari kombinasi antara orang dengan setting. Situasi sosial memeberikan konteks bagi taransaksi-transaksi peranan yang terfokus serta keberfungsian individu-individu maupun sistem sosialnya. Orang akan merasakan dan memandang suatu situasi sosial dengan cara yang berbeda-beda;
1.      Suatu situasi sosial yang dapat dipercaya dan sebaliknya
2.      Suatu situasi sosial yang memberikan dukungan, dan sebaliknya situasi sosial sebagai keadaan yang menekan atau menuntut
3.      Suatu situasi sosial yang menumbuhkan dan mengembangkani identitas pribadi, dan sebaliknya situasi yang membahayakan.
Tingkah laku orang dalam konteks situasi sosialnya, jelas berkaitan dengan perasaan dan cara orang tersebut memandang situasi sosial tersebut. Jika positif, maka orang dapat melaksanakan peranan yang diharapkan lingkunganya. Sedangkan jika negatif, maka cenderung tidak dapat melaksanakan peranan yang diharapkan oleh lingkungannya.
C.    Sistem Sumber untuk Meningkatkan/Memperbaiki Fungsi Sosial
Sumber adalah sesuatu yang berharga, baik yang sudah tersedia meupun yang harus ditemukan dan dimobilisasi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah.
Untuk melaksanakan praktik pertolongan dalam meningkatkan/memperbaiki fungsi sosial, pekerja sosial selalu memanfaatkan sistem-sistem sumber yang ada, artinya sumber memiliki posisi yang sangat vital dalam keseluruhan praktik pekerjaan sosial.
Sistem sumber dalam pekerjaan sosial, diantaranya dikemukakan oleh Pincus dan Minahan (1973) dikategorikan sebagai berikut:
1.      Sistem sumber alamiah/informal
Sumber bantuan yang dapat diperoleh atau dipergunakan sehubungan dengan adanya ikatan emosional, misalna: nasihat, kasih saying, dukungan emosional ataupun dukungan material dari keluarga, kerabat, teman, lingkungan tetangga.
2.      Sistem sumber formal
Sumber bantuan yang dapat diperoleh atau dimanfaatkan dengan memenuhi persyaratan yaitu dengan keanggotaan seseorang dalam organisasi tertentu yang bersifat formal, misalnya: keanggotaan dalam serikat buruh, perhimpunan orangtua murid, perkumpulan orangtua yang memiliki anak cacat, organisasi profesi, koperasi, dan sebagainya.
3.      Sistem sumber kemasyarakatan
Lembaga-lembaga yang didirikan oleh pemerintah maupun swasta yang  memberikan pelayanan kepada semau orang, misalnya: rumah sakit, lembaga bantuan hukum, badan-badan sosial, dan sebagainya.
Selain itu Max Siporin D.S.W mengatakan bahwa “A resource is any valuable thing, on reserve or at hand, that one can mobilize and put to instrumental use in order to function, meet a need or resolve a problem.” (Dwi Heru Sukoco, 2011:37). Ia mengatakan bahwa jenis sumber dapat dipandang dari beberapa hal, yaitu:
a.      Sumber Internal dan eksternal
Sumber internal dapat berupa kemampuan intelektual, imaginasi, kreativitas, motivasi, kegairahan, karakter moral, kekuatan dan ketahanan fisik/jasmani, stamina, ketampanan/kecantikan serta pengetahuan. Sedangkan sumber eksternal dapat berupa harta kekayaan, prestise, mata pencaharian, sanak saudara yang kaya, teman yang berpengaruh dan hak-hak jaminan.
b.      Sumber official/formal dan sumber non-offisial/non-fomal
Sumber official dapat berupa tokoh-tokoh formal, organisasi-organisasi yang secara formal mewakili masyarakat, seperti guru, pekerja sosial, badan konseling, badan-badan sosial pemberi pelayanan. Sedang sumber non-offisial data berupa dukungan emosional maupun sosial dari kerabat, teman, sert atetangga. Sumber non-offisial tersebut bagian dari sistem sumber perolongan alamiah.
c.       Sumber manusia dan non-manusia
Sumber manusia adalah orang-orang yang mempunyai kemempuan dan kekuatan untuk digali dan dimanfaatkan untuk membantu memecahkan permasalahan klien. Sedangaln sumber non-manusia adalah sumber-su,ber material atau benda.
d.      Sumber simbolik-partikularistik, kongkrit-universal, dan pertukaran nilai
Sumber simbolik-partikularistik dapat berupa informasi dan status sosial seseorang. Informasi dan status sosial seseorang di dalam masyarakat mempunyai arti simbolik yang khusus dan dapat dipergunakan dsebagai sumber yang dapat digalii dan dimanfaatkan. Sumber kongkrit-universalistik dapat berupa pelayanan-pelayanan mapun benda-benda kongkrit. Sedang sumber pertukaran nilai dapat berupa kasih sayang maupun uang.

Daftar Pustaka:
Favourita, Lina. 2016. Metode Praktik Pekerjaan Sosial. Bandung: STKSpress Bandung.
Sukoco, Dwi Heru. 2011. Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya. Bandung: STKSpress Bandung.



Power Point:

https://drive.google.com/file/d/1zBg-T92NvpP1SMoD7W7HLPWQnZIxuTL5/view?usp=sharing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Metode Penunjang Pekerjaan Sosial

1. PENELITIAN PEKERJAAN SOSIAL Penelitian merupakan metode yang termasuk kedalam metode pelayanan tidak langsung didalam pekerjaan sosi...